Selasa, 03 Juni 2014

unsur intristik dari novel Negeri 5 menara

Sebuah karya fiksi merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Wujud formal itu sendiri hanya berupa kata-kata. Kata merupakan sarana pegucapan sastra. Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian, unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan lain secara eratdan saling menggantungkan. Jika novel dikatakan sebagai sebuah totalitas, unsu kata, bahasa, misalnya, merupakan bagian dari totalitas itu, salah satu unsur pembangun cerita itu.
Unsur-unsur pembangun sebuah novel yang kemudian secara bersama membentuk sebuah totalitas itu di samping unsur formal bahasa masih banyak lagi macamnya. Namun secara tradisional dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Dalam pembahasan makalah ini penulis lebih condong membahas unsur intrinsik yang membangun novel Negeri 5 Menara karya A. Fuadi.
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur intrinsik dalam novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan antar bebagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.
Unsur-unsur intrinsik yang membangun sebuah novel antara lain peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain.
Adapun pemaparan mengenai unsur intrinsik serta kepaduan antara unsur yang membangun novel Negeri 5 Menara adalah sebagai berikut:
1. Tema
  Hal ini dapat dilihat dari latar tempat yaitu dipesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari tokoh utama adalah belajar. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan novel berikut:
Bagai sebuah konspirasi besar untuk mencuci otak, metode total immersion ini cocok dengan lingkungan yang sangat mendukung. Tidak cukup dengan itu, entah siapa yang menyuruh, banyak diantra kami yang membawa kamus. Kalau bukan kamus cetak, kami pasti membawa buku mufradhat, buku tulis biasa yang dipotong kecil sehingga lebih tipis dan gampang dibawah kemana-mana. Murid dengan buku mufradhat ditangan gampang ditemukan sedang antri mandi, antri makan, berjalan, bahkan di antara kegiatan olahraga sekalipun.( hal. 133-135 ).
2. Plot/Alur
Alur dari Novel Negeri 5 Menara adalah alur maju-mundur. Dimana cerita adalah kilas balik ingatan tokoh utama akan masa silam ketika menimbah ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
Kutipan Novel:
Washington DC, Desember 2003, jam 16.00
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.( hal.1 )
Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP. Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku memberi selamat karena ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten Agam.(hal. 5)
London, Desember 2003
Gigiku gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.( hal. 405 )
3. Tokoh dan Penokohan
Adapun tokoh dan penokohan dalam Novel Negeri 5 Menara adalah
a. Alif (tokoh utama) dalam novel ini adalah tokoh yang protagonis. Alif digambarkan sebagai sosok generasi muda yang penuh motivasi, bakat, semangat untuk maju dan tidak kenal menyerah.
b. Baso dalam novel ini tokoh yang protagonis. Baso adalah teman Alif merupakan anak yang paling rajin dan paling bersegera disuruh ke mesjid.
c. Raja dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
d. Said dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
e. Dulmajid dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
f. Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
g. Ustad Salman dalam novel ini tokoh yang protagonis. Wali kelas Alif. Laki-laki muda bertubuh kurus bersuara lantang.
4. Latar
  Latar dari novel ini yaitu di Pondok Madani hal ini didukung oleh tema yang ada yaitu pendidikan. Karakter tokoh utama juga mendukung latar yang ada.
Kutipan Novel:
Pondok Madani diberkti oleh energi yang membuat kami sangat menikmati belajar dan selalu ingin belajar berbagai macam ilmu. Lingkungannya membuat orang yang tidak belajar menjadi orang aneh. Karena itu cukup sulit menjadi pemalas di PM. (hal. 264 ).
5. Sudut Pandang
Dalam novel ini penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan tokoh utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku.
Kutipan Novel:
Aku baca suratnya sekali lagi. Senang membaca surat dari kawan lama. Tapi aku juga iri. Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Aku menghela napas dan menatap kosong kepuncak pohon kelapa. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi jasus. Aku jera menjadi drakula. ( hal. 102-103).
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini sangat inspiratif. Dari tiap kata-katanya kita merasakan kekuatan pandangan hidup yang mendasari bangktnya semangat untuk mencapai harga diri, prestasi dan martabat diri.
Kutipan Novel:
Dulu kami melukiss langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. ( hal. 405 ).
7. Amanat
Adapun amanat dalam novel ini adalah sebuah perenungan yang diberikan penulis bagi pembaca untuk tidak putus asa dalam hidup dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.
Kutipan Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. ( hal.405 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar